Selasa, 11 Januari 2011

TUGAS REMIDIAL B.SUNDA KLS 9

MUSEUM SRIBADUGA

Sambutan Kepala Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga
Drs. Pramaputra, MM

Merupakan suatu kebahagiaan kita bersama ditengah-tengah globalisasi yang penuh tantangan dan kompetisi, kita telah memiliki salah satu prasarana penunjang untuk menyamapaikan berbagai informasi yang akurat, cepat dan berkwalitas. Media ini merupakan salahsatu titian yang dapat mengantarkan menuju sebuah perubahan kea rah peningkatan kualitas informasi.

Puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Illahi Rabbi, karena pada tahun ini dapat hadir kembali di tengah-tengah masyarakat. Disamping berfungsi sebagai media informasi tentang Museum Sri Baduga secara utuh dan menyeluruh, media ini diharapkan mampu menjadi sarana untuk berinteraksi antara masyarakat dengan museum. Saran masukan serta kritikan dari segenap masyarakat kami nantikan melalui


Kepala Balai Pengelolaan

Museum Negeri Sri Baduga,

Sejarah / Latar Belakang
Propinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang sebagian besar didiami oleh orang Sunda, oleh karena itu sering disebut Tatar sunda atau Tanah Sunda. Dari perjalanan sejarah dan lingkup geografis Budaya Jawa Barat secara umum berada pada lingkup budaya Sunda, sebagai budaya daerah yang menunjang pembangunan kebudayaan nasional.

Wilayah yang sarat dengan ragam budaya serta didukung oleh kultur alam dan kultur sosial yang kondusif sehingga terlahir ragam budaya. Wilayah yang strategis berakibat pada terjadinya berkembang dan adanya perubahan budaya yang merupakan dampak dari globalisasi yang ditandai dengan adanya revolusi dalam bidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Hal tersebut memacu kita untuk mengambil langkah dan strategi secara bijak untuk menempatkan serta memposisikan citra seni budaya daerah untuk tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Tinggalan kebudayaan yang bernilai tinggi banyak tersebar di Kawasan Jawa Barat, baik yang hampir punah maupun yang masih berkembang hingga kini. Perkembangan kebudayaan berlangsung sepanjang masa sesuai dengan pasangsurutnya pola kehidupan. Dengan perkembangan tidak sedikit pengaruh budaya luar yang masuk. Hal ini disebabkan karena wilayah Jawa Barat pada posisi strategis dari berbagai aspek mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Pengaruh budaya luar cenderung mempercepat proses kepunahan budaya asli Jawa Barat, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk mendirikan Museum Negeri Jawa Barat . Pembangunannya dimulai sejak tahun 1974 dengan lokasi menggunakan gedung pemerintah, yaitu bekas Kawedanaan Tegallega. Sebagian dari bangunan asli tersebut tetap dipelihara kelestariannya dan digunakan sebagai kantor administrasi.

Peresmian penggunaan Museum Negeri Jawa Barat baru dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI , Dr. DAUD JOESOEF didampingi oleh Gubernur Kepal;a Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat H. Aang Kunaefi. Pada tanggal 1 April 1990, sepuluh tahun setelah peresmian digunakan nama ?Sri Baduga? Raja yang memerintah di Pajajaran.
Pada era Otonomi Daerah (OTDA) berdasarkan Perda No.5 Tahun 2002 sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) bergabung dengan Dinas Kebudayaan Propisi Jawa Barat dengan nama Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga hingga sekarang.

L o k a s i
Museum Sri Baduga merupakan museum pemerintah Pripinsi Jawa Barat yang berdomisili di Ibukota Propinsinya Bandung. Dari sisi Geografi kota ini terletak diantara 1070 36' Bujur Timur dan 600 55' Lintang Selatan. Selain kota ini menjadi kota yang bersejarah pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia juga memiliki posisi geografis yang sangatlah strategis baik dari sisi, komunikasi, perekonomian dan transportasi berada dalam poros jalan raya nasional dan poros jalan raya wisata.

Kota yang berada pada ketinggian 791 m dpl yang dikelilingi perbukitan dan gunung disekitarnya sangat potensial secara ekosistem dan lingkungan. Ditambah lagi dengan kondisi iklim kota yang lembab dan sejuk dengan temperatur rata rata 23,1o C dan curah hujan rata rata 204,11 mm / tahun memungkinkan orang untuk nyaman beraktifitas dan berekreasi

D e n a h
Lantai 1
Batuan(geologi), Flora, Fauna, Manusia Purba (Homo Erectus) dan Prasejarah (Homo Sapiens), Cekungan Danau Bandung Purba. Religi masyarakat dari masa Prasejarah sampai Hindu-Budha

Lantai 2
Religi masyarakat ( masa Islam, Kong Hu Cu, Teoisme dan Kristen) system pengetahuan, Bahasa, Peralatan Hidup

Lantai 3
Mata pencaharian, Teknologi, Kesenian, Pojok Sejarah Perjuangan Bangsa, Pojok Wawasan Nusantara dan Pojok Bandung Tempo Dulu

F a s i l i t a s
Tempat Parkir
Halaman museum yang dapat digunakan sebagai tempat parkir dengan daya tampung sampai dengan 20 buah bus

Ruang Perpustakaan
Selai mengunjungi ruang pameran museum pengunjung dapat pula melihat koleksi buku perpustakaan. Perpustakaan dibuka pada hari Senin Sampai dengan jum?at pukul 08.00 - 15.30 WIB

Ruang Auditorium
Digunakan sebagi ruang audio visual, dan pertunjukan berbagai kesenian Jawa Barat baik tradisional maupun yang sedang berkembang sekarang. Selain itu pada ruangan ini digunakan pula sebagai tempat untuk penerimaan rombongan pengunjung yang dating ke museum untuk mendapatkan informasi pendahuluan sebelum masuk ke ruang pameran

Ruang Pameran Khusus
Digunakan sebagai tempat penyelenggaraan kegiata pameran khusus yang diselenggarakan oleh museum sendiri maupun untuk disewakan .

Ruang seminar
Digunakan sebagai tempat untuk pelaksanaan kegiatan seminar, saresehan ceramah dan kegiatan rapat yang diselenggarakan oleh museum maupun untuk disewakan.
K o l e k s i
Koleksi yang disajikan pada pameran tetap museum Sri Baduga ditata menyajikan benda benda bukti kebudayaan Jawa Barat. Kondisi geografis dan kekayaan alam berpengaruh pada tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Jawa Barat. Fase-fase perkembangan tersebut dikelompokkan dalam bentuk pameran dalam tiga lantai ruang pameran tetap museum.
Museum Sri Baduga yang memiliki jumlah koleksi sebanyak 6600 koleksi terdiri dari 6346 buah, 220 set, 23 stel dan 11 pasang yang kemudian dikelompokan menjadi 10 klasifikasi.

1. Geologika / Geografika 79 buah 3 set 0 stel 0 pasang
2. Biologika 180 buah 1 set 0 stel 0 pasang
3. Etnografika 2420 buah 179 set 20 stel 9 pasang
4. Arkeologika 953 buah 3 set 0 stel 0 pasang
5. Historika 16 buah 6 set 3 stel 0 pasang
6. Numismatika / Heraldika 1705 buah 0 set 0 stel 0 pasang
7. Filologika 145 buah 0 set 0 stel 0 pasang
8. Keramologika 599 buah 1 set 0 stel 0 pasang
9. Senirupa 134 buah 0 set 0 stel 2 pasang
10. Teknologika 115 buah 27 set 0 stel 0 pasang







PERLIT[01.15]
Ukuran : Batu, ukuran P.13 cm; T.8 cm
Asal : BandungTermasuk batuan ubahan (alterasi) dari gelas gunung api (obsidian) terbentuk oleh lava riolit dengan warna abu-abu kehitaman atau abu-abu kehijau-hijauan. Mempunyai sifat yang khas yaitu dapat mengembang 20-40 kali, kegunaannya untuk bahan tahan getaran atau panas serta dapat digunakan sebagai bahan bangunan yang tidak menimbulkan beban berat

PETA WILAYAH JAWA MADURA[01.87]
Ukuran : Ukuran P.94 cm, L. 50 cm
Asal : BandungPeta dibuat pada tahun 1885. Menggambarkan Wilayah Keresidenan dan distrik di Pulau Jawa dan Madura pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Nama-nama tempat yang tercantum pada peta tersebut sudah banyak yang berubah diantaranya distrik Batavia menjadi DKI Jakarta, distrik Bagelen menjadi Kebumen, distrik Basoeki menjadi Kabupaten Jember dan distrik Kedu menjadi Kabupaten Magelang

TEODOLIT[01.74]
Ukuran : Ukuran P. 90 Cm, T. Kaki 120 Cm, D. 10 Cm
Asal : Pangalengan, Kab. BandungTeodolit adalah alat ukur sudut yang biasa digunakan oleh Juruh ukur tanah. Terbuat dari besi dan pada kedua ujung pipa ber-diameter 10 cm dengan panjang 90 cm ditutup tabung kuningan berbentuk kotak. Pada sisi belakang batang pipa tertera plat kuningan bertuliskan nomor dan negara pemegang hak paten. Sedang pada sisi depan terdapat dua buah lubang berkaca untuk membidik sudut sasaran. Pada bagian tengah terdapat dua buah gelang kuningan tempat mengikatkan besi hitam sebagai pegangan tangan untuk mengatur posisi teodolit. Pada sisi belakang pipa antara kedua gelang kuningan terdapat tiga buah lubang bertutup kaca, masing-masing ber-fungsi sebagai teropong untuk membidik sasaran, yang layarnya dilengkapi angka-angka dan jarum pengukur sudut.Teodolit ini diletakkan pada dua buah besi bercabang yang terdapat pada permukaan standar besi berkaki tiga. Alat ukur sudut dibuat pada abad ke-19 di negara Jerman.

PETA TOPOGRAFI RESIDEN CIREBON DAN BANYUMAS[01.82]
Ukuran : P. 48 Cm, L. 40,7 Cm
Asal : BandungPeta topografi menggambarkan keadaan wilayah Cirebon dan Banyumas secara rinci dibuat antara tahun 1919 - 1923. Peta ini berkode Blad II A, karena merupakan bagian peta topografi Java yang berjumlah 9 lembar. Peta topografi wilayah Cirebon dan Banyumas ini dicetak di atas kertas jenis HVS. Pada bagian bawah terdapat legenda, tentang batas dan bagian daerah wilayah Cirebon - Banyumas yakni; Residen Afdeling Cirebon, Distrik Kuningan; Kadugede; Ciawigebang; Lurahgung; Residen Priangan; Afdeling Tasikmalaya; Distrik Ranca; Residen Banyumas; Afdeling Cilacap dan Distrik Dayeuh Luhur. Nama kota, tempat dan simbol untuk permukaan tanah (tinggi dan rendah); alur sungai; kampung; kota; jalan raya; kereta; area pertanian (sawah, perkebunan dan ladang dan sebagainya). Keterangan ditulis dalam bahasa Belanda. Pada sisi bawah kiri tertera skala pembagian peta.


TENGKORAK KEPALA KERBAU PURBA[02.1]
Ukuran : Fosil, ukuran P.183 cm; L.36 cm
Asal : JakartaFosil tengkorak kerbau purba (Bubalus Paleo Kerabau) ini terdiri dari tengkorak kepala bagian atas serta kedua tanduk, tulang rahang bawah dengan gigi bawah dan beberapa potongan tulang lainnya. Hewan ini diperkirakan pernah hidup di Pulau Jawa kurang lebih 1,8 juta tahun yang lalu (masa Plestosen akhir).Fosil hewan ini ditemukan di desa Sukadami, Kabupaten Bekasi

TIMBANGAN EMAS[10.34]
Ukuran : Tembaga dan kayu, Ukuran Kotak :P.24;L.12;T.10.5 cm Tmb : P.14.5; T.28;D. 5 cm
Asal : CirebonTimbangan emas ini terdiri dari empat bagian, yakni gantungan, wadah, tiang gantungan, dan batu timbangan. Gantungan terbuat dari besi berbentuk pipih dengan posisi melintang kedua ujungnya diberi cantolan untuk menggantungan wadah timbangan. Sedangkan pada tengah atas terdapat ragam hias menyerupai daun yang diberi jarum penunjuk keseimbangan untuk penyetaraan antara benda yang ditimbang dengan batu timbangan. Tiang gantungan terbuat dari besi terdiri dua bagian yang pipih dan oval. Wadah timbangan berupa piring kuningan diberi 4 rantai gantungan. Kotak kayu berlaci berfungsi sebagai wadah untuk penyimpan peralatan timbangan dan benda perhiasan juga digunakan sebagai dudukan untuk menancapkan tiang gantungan timbangan. Batu timbangan berupa biji-biji tumbuhan kihujan berwarna hitam, dengan perbandingan ukuran, satu gram terdiri dari kurang lebih lima biji. Timbangan emas ini biasanya digunakan untuk menimbang butiran-butiran emas yang dibeli para pendulang emas hingga awal abad 20-an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar